Kuasa Hukum Ahli Waris Kecewa: Permintaan Data Krawangan Tak Kunjung Dipenuhi, Diduga Ada Pemalsuan Data Pemilik Tanah

BANYUWANGI || jejakindonesia.id – Kuasa hukum ahli waris alm. Djuhariyah menyampaikan kekecewaannya atas belum dipenuhinya permintaan data krawangan tanah yang telah diajukan secara resmi kepada Pemerintah Desa Kelir, Kecamatan Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi. Surat permohonan resmi telah disampaikan dengan dasar hukum yang sah, namun hingga kini belum ada tindak lanjut berupa penyerahan data secara formal.

Menurut keterangan Supriyadi, S.H., M.H., C.Md., C.MSP, dari Kantor Hukum Mahardhika & Partners, pihak desa hanya memberikan potongan informasi melalui pesan WhatsApp tanpa dokumen resmi. Padahal, data krawangan tersebut sangat penting bagi para ahli waris dalam proses pembuktian kepemilikan tanah yang tengah disengketakan.

“Kami sudah menyampaikan permohonan resmi dengan dasar hukum yang jelas, namun sampai hari ini belum ada tanggapan tertulis. Yang kami terima justru informasi tidak resmi melalui chat WhatsApp. Ini tidak sesuai dengan prinsip keterbukaan informasi publik,” tegas Supriyadi.

Lebih lanjut, Supriyadi menjelaskan bahwa pihaknya mendapat informasi adanya pihak lain bernama Juhriyah yang mengaku sebagai pemilik tanah tersebut. Padahal, berdasarkan data krawangan yang ada, nama yang tercantum adalah Djuhariyah (dengan huruf “D” di awal).
Perbedaan penulisan ini menimbulkan kekhawatiran adanya dugaan pemalsuan atau manipulasi data pertanahan.

“Perbedaan sekecil satu huruf bisa mengubah status hukum kepemilikan. Karena itu kami mendesak agar data resmi segera dibuka untuk memastikan kebenaran dan mencegah terjadinya pelanggaran hukum,” ujarnya.

Dikonfirmasi secara terpisah, Kepala Desa Kelir menyampaikan bahwa pihaknya masih akan berkoordinasi dan meminta izin kepada pihak Kecamatan Kalipuro sebelum menyerahkan data yang diminta oleh kuasa hukum. Namun, hingga berita ini diturunkan, belum ada kepastian waktu atau mekanisme resmi yang akan ditempuh oleh pemerintah desa.

“Kami memahami keinginan Kepala Desa untuk berkoordinasi dengan pihak kecamatan, tapi secara hukum, permintaan kami sudah memenuhi unsur formal. Prinsip keterbukaan informasi publik tidak dapat ditunda tanpa alasan hukum yang sah,” tambah Supriyadi.

Kantor Hukum Mahardhika & Partners menegaskan bahwa jika dalam waktu dekat tidak ada kejelasan dari pihak pemerintah desa, mereka akan menempuh jalur hukum, baik melalui Komisi Informasi Publik (KIP) maupun pelaporan dugaan pemalsuan data dan pelanggaran administrasi pertanahan.

“Kami hanya menegakkan hak hukum ahli waris agar data resmi dibuka dan keadilan dapat ditegakkan,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *