BANYUWANGI | Jejak Indonesia — Kasus dugaan arisan bodong kembali mengguncang Kabupaten Banyuwangi. Seorang perempuan muda berusia 24 tahun asal Kecamatan Bangorejo berinisial A.K. menjadi korban jebakan arisan daring dengan sistem duos yang dijalankan oleh seorang pengelola berinisial W.K. melalui grup WhatsApp dan media sosial.
Menurut kuasa hukumnya, Supriyadi, S.H., M.H., C.MD., C.MSP. dari Kantor Hukum Mahardhika & Partners, kliennya telah mengalami kerugian besar akibat sistem bunga dan denda yang tidak manusiawi.
> “Klien kami hanya menerima sekitar sebelas juta rupiah, namun diwajibkan membayar hingga lebih dari lima puluh juta rupiah. Sistem yang disebut duos ini bukan arisan, tetapi praktik pinjaman berbunga tinggi yang melanggar hukum,” tegas Supriyadi kepada awak media, Senin (06/10/2025).
Modus Arisan Berkedok Pinjaman. Dari hasil investigasi tim hukum, pelaku membuka sejumlah grup arisan dengan berbagai nama seperti “Get 7 Juta”, “Get 25 Juta”, hingga “Get 30 Juta”. Peserta diwajibkan menyetor uang ke rekening pribadi atas nama W.K. di beberapa bank nasional, termasuk Mandiri, BRI, dan BCA.
Selain potongan admin dan denda, pelaku juga menawarkan sistem duos atau buka manis, di mana peserta harus menambah setoran besar untuk bisa menerima giliran pencairan lebih cepat.
> “Praktik seperti ini termasuk penghimpunan dana tanpa izin dan penipuan berkedok arisan. Unsurnya sudah memenuhi Pasal 378 dan 372 KUHP serta melanggar UU Perbankan,” ujar Supriyadi.
Korban Collapse Finansial
Korban A.K., warga Bangorejo, kini mengalami kebangkrutan total akibat beban bunga dan tekanan finansial yang terus bertambah. Seluruh penghasilannya habis untuk membayar kewajiban dari skema yang tidak transparan.
“Awalnya saya pikir ini arisan biasa, tapi lama-lama jadi seperti hutang berbunga tinggi. Setiap kali mau ikut giliran, harus bayar lebih banyak lagi. Akhirnya saya rugi besar dan tidak sanggup melanjutkan,” ungkap A.K. dengan nada sedih.
Skema Berantai Duos: Modus Baru Eksploitasi Digital
Berdasarkan data terbaru yang diperoleh tim hukum Mahardhika & Partners, korban sempat menerima sebesar Rp14 juta, namun uang tersebut tidak pernah benar-benar dinikmati karena langsung digunakan untuk menutup setoran sebelumnya. Sementara total kewajiban yang dibebankan mencapai Rp23 juta ditambah biaya admin.
“Jadi korban seolah menerima dana, padahal uang itu tidak pernah benar-benar cair untuk kebutuhan pribadi. Saat tak mampu membayar, pelaku membuatkan arisan duos baru agar utang lama bisa ditutup dengan setoran peserta baru. Ini jelas pola skema ponzi yang eksploitatif dan melanggar hukum pidana,” ujar Supriyadi.
Langkah Hukum Mahardhika & Partners, Kantor Hukum Mahardhika & Partners telah mengirimkan Surat Somasi Resmi kepada pihak pengelola, menuntut pengembalian dana pokok dan penghentian seluruh kegiatan arisan tersebut. Jika dalam waktu tujuh hari tidak ada tanggapan, tim hukum akan menempuh jalur pidana dengan laporan resmi ke Kepolisian serta melibatkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Satgas Waspada Investasi.
“Kami akan laporkan secara resmi agar pelaku diproses hukum. Sudah banyak warga yang dirugikan, terutama di wilayah Banyuwangi Selatan. Kami juga meminta pihak kepolisian segera memblokir rekening pelaku agar tidak ada korban baru,” tambah Supriyadi.
Peringatan untuk Masyarakat kasus ini menjadi peringatan bagi masyarakat agar berhati-hati terhadap arisan online atau investasi yang menjanjikan pencairan cepat dengan iming-iming bonus besar. Banyak praktik seperti ini ternyata merupakan penghimpunan dana tanpa izin yang berpotensi merugikan secara finansial maupun psikologis.
Jejak Indonesia akan terus memantau perkembangan kasus ini dan mengawal proses hukumnya hingga tuntas.
Redaksi: Jejak Indonesia • Kontributor: [Nama Reporter] • Editor: [Nama Editor] • Foto: Ilustrasi / Dok. Mahardhika & Partners